Thursday, July 9, 2009

Kerja Tahun/Merdang Merdem

Merdang Merdem atau Kerja


Tahun adalah sebuah perayaan suku
Karo di Kabupaten Karo. Konon
merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan
menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh
warga kampung tersebut biasanya juga
dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara
merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara
tari tradisional Karo yang
melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo
merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem
pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan
juli.

Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama
perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.

* Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut
merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari
kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam
tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua
penduduk pergi ke ladang untuk mencari
kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
* Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan
kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah.
Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau
sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.

* Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung,
sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk
satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya
nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut,
kaperas, belut.

* Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak.
Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi
untuk dijadikan lauk.

* Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu
semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali
berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari
cikor-kor, cikurung, ndurung, dan
mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk
bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam
padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di
alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan
pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron
dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan
tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk
kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang
menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling
berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat
aturannya wajib makan.

* Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa,
makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan
dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut.
Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan
setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran
cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan
nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat
rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang.
Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik
untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu
cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh
bagi tamu ketika pulang.

* Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta
enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang
dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua
penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai.
Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti
halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling
menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam
hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati
masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk
kembali melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya.

Read more »